OM SWASTYASTU * SELAMAT DATANG DI SASTRA AGAMA INI * SEMOGA SEMUA INFORMASI YANG DISAJIKAN DI SASTRA AGAMA BERGUNA BUAT SAUDARA DAN SAUDARI * SAHABAT DAN REKAN SEMUA * ARTIKEL YANG TERSAJI DISINI MERUPAKAN REFERENSI DARI BERBAGAI SUMBER YANG TERPERCAYA * TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA
bebas bayar, pembayaran mudah dan cepat, transaksi online, pembayaran tagihan dan tiket, transfer dana online

Dwi Aksara

Dwi Aksara ("Ang" "Ah") adalah dua aksara suci yang merupakan simbol Rwa Bhinneda, dua aksara yg berbeda tetapi tetap satu yg merupakan manifestasi Tuhan yaitu Purusa dan Prakrti.
  • Purusa sebagai unsur jîwa yaitu atman yg bersifat langgeng, dan 
  • Prakerti sebagai unsur ciptaan-Nya yaitu alam semesta beserta isinya.
Ang dengan Ah juga adalah aksara induk (bapak dan ibu) dimana menurut Siwagama dalam essensi Rwa Bhineda disebutkan bahwa :
  • Ang Ah inilah yang dimaksud dengan Sanghyang Rwa Bhinneda, sebagai induknya aksara alam semesta dan purusa pradana sebagai leluhur.
    • Dimana  dalam perwujudan alam semesta ini disebutkan :
      • Ang adalah angkasa, 
      • Ah adalah perthiwi. 
    • Sebagai asal bapak-ibu yang juga menyandang status Purusa-Pradana sebagaimana disebutkan yaitu :
      • Ang adalah bapak, 
      • Sedangkan Ah adalah ibu. 
Perpaduan dari kedua unsur inilah dalam Dharmasastra3, Dwi Aksara ini juga disebutkan terjadi suatu kehidupan dimana :
  • Dwi aksara yang berawal dari Eka Aksara Ongkara yang pada tahapan berikutnya, dari Dwi Aksara ini muncullah Tri Aksara, yaitu Ang, Ung dan Mang. Dari banyak sumber pustaka, dikatakan bahwa AUM inilah yang mengawali sehingga muncullah pranawa OM yang diucapkan diawal setiap mantra dalam sembahyang sehari-hari.
  • Penggunaan Ang dan Ah ini sebagai aksara wijaksara dalam "Nganteb" banten dengan "Pengastawayang menggunakan tetabuhan arak berem disebutkan memiliki kekuatan kesucian yang dalam makna arak berem dalam persembahyangan Hindu Bali dapat dijelaskan sebagai berikut :
Bagi umat Hindu Bali yang belum memiliki kewenangan "Nganteb" banten dengan "Pengastawa" sebagaimana layaknya seorang pemangku, bukan berarti tidak ada cara nganteb yang diperbolehkan. Bagi orang awam atau bahkan bagi orang yang tidak mengenal tulisan tentu saja agak kesulitan untuk ngastawa mempergunakan pujamantra, tetapi bisa dilakukan dengan nyanyian pemujaan seperti kidung wargasari dan lain-lain. Ada juga menggunakan simbol-simbol seperti melakukan "tetabuhan arak-berem".
Hal ini terkait mantra pengastawa sehubungan dengan Tri Kona "Utpeti", "Stiti", dan "Pralina" dengan menggunakan dasar dari sastra Rwa Bhineda "Ang Ah" Dwi Aksara ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sekar Madya